Dugaan Oknum Pamen Pelangar 2 Undang – Undang serta Perkap Polri, Disoroti Ahli Hukum dari Bhayangkara

Kabardesanusantara.com, Jakarta – Kasus yang dugaan menjerat Kapolres Ngada nonaktif, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, menuai kecaman luas, termasuk dari Ahli Hukum Kepolisian dari Dosen Universitas Bhayangkara Jakarta, yaitu Dr Hirwansyah, ketika dimintai tanggapannya oleh awak media.

Ia menegaskan agar Oknum tersebut diberi sanksi yang berlatar, dirinya menegaskan bila dugaan tersebut terbukti.

“Bahwa jika terbukti dugaan pelanggaran yang dilakukan Oknum tersebut harus dihukum dan diberi sanksi yang seberat – beratnya,” ujar Hirwansyah, Kamis,(13/03/25).

Ia menilai dugaan pencabulan anak di bawah umur dan dugaan penyalahgunaan narkotika oleh oknum pamen tersebut merupakan pelanggaran hukum yang serius, khususnya kode etik Polri.

Pelanggaran yang dapat merusak kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian yang saat ini sudah dibenahi dan diperbaiki oleh Kapolri Jendral Listyo Sigit, tetapi telah dirusak kembali oleh adanya dugaan kasus ini.

Ia mengatakan Kapolri Jendral Listyo Sigit dalam statementnya sering kali mengatakan tidak ada ruang di Istitusi Polri, bagi Oknum Polisi yang melakukan pelanggaran hukum, siapapun yang terbukti melakukan kesalahan apapun pangkatnya sekalipun PATI Polri, akan ditindak tegas.

“ Ketegasan beliau dalam menindak Oknum Polisi bermasalah sudah tidak perlu diragukan lagi, sudah banyak oknum Polisi yang terbukti bersalah dari berpangkat rendah sampai berpangkat bintang sekalipun di berhentikan tidak dengan hormat (PTDH) dari lingkungan Polri,” ucap Hirwansyah.

Dalam konteks dugaan pencabulan anak di bawah umur, AKBP Fajar dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang mengubah UU Nomor 23 Tahun 2002, yaitu dugaan Pasal 81 Ayat (1), dapat dipidana penjara minimal 5, maksimal 15 tahun serta denda maksimal Rp 5 miliar. Selain itu jika terbukti juga menggunakan perantara untuk mencari korban, oknum pamen tersebut dugaan juga dapat dikenai Pasal 83 UU diatas.

Dugaan keterlibatan AKBP Fajar dalam penyalahgunaan narkoba jika terbukti dapat semakin memperberat hukumannya, “ Ini merupakan contoh yang buruk, harus di tindak tegas agar menjadi contoh bagi Anggota Polri lainnya supaya tidak melakukan pelanggaran hukum tersebut,” tambahnya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dugaan oknum pamen tersebut, dugaan dapat dijerat dengan Pasal 127 Ayat (1) tentang penyalahgunaan narkotika.

“Sebagai aparat penegak hukum, ia seharusnya memberantas narkoba, bukan justru terlibat dalam penyalahgunaannya,” tegas Hirwansyah.

Selain dugaan ancaman pidana, AKBP Fajar dugaan juga melanggar Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No. 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Polisi dan Komisi Kode Etik Kepolisian, khususnya Pasal 13 huruf (d) terkait penyimpangan seksual dan huruf (e) terkait penyalahgunaan Narkotika.

“Jika Oknum Polisi berpangkat pamen tersebut, telah terbukti melakukan kesalahan, hukuman yang paling tepat adalah diberhentikan dengan tidak hormat (PTDH)”, ucap Hirwansyah yang merupakan Ahli Hukum Kepolisian dan Juga Pengajar Mata Kuliah Hukum Perbankan / Korporasi, saat mengakhiri sesi wawancara.

Sebelumnya dalam konferensi pers, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTT, Kombes Patar Silalahi, mengungkapkan bahwa AKBP Fajar memesan anak perempuan di bawah umur melalui seorang wanita berinisial F yang dikenalnya lewat aplikasi percakapan MiChat.

“Yang bersangkutan mengorder korban melalui seorang wanita bernama F,” ujar Patar dalam konferensi pers di Mapolda NTT, Selasa (11/3).

Menurut penyelidikan, F diminta mencari anak-anak untuk dibawa ke kamar hotel tempat Fajar menginap. Ia menyanggupi permintaan tersebut dengan imbalan Rp 3 juta yang dibayarkan secara tunai. Sebelum dibawa ke kamar hotel, korban sempat diajak jalan-jalan dan makan bersama oleh Fajar dan F.

Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa AKBP Fajar sebelumnya telah berkenalan dengan F di MiChat, di mana F juga pernah dibayar untuk melayaninya. Dari hubungan tersebut, F kemudian diminta untuk mencarikan anak di bawah umur sebagai korban eksploitasi.

Kasus yang dilakukan oknum Polisi ini sungguh mencoreng Institusi Polri, juga ujian bagi reformasi kepolisian yang dalam Kepemimpinan Kapolri saat ini lagi gencarnya bersih – bersih dan pembenahan di Internal Polri. (A2TP)