Oleh : Sumardi
Pilkada 2024 menjadi salah satu momen penting dalam demokrasi Indonesia. Dengan lebih dari seribu daerah yang akan menggelar pemilihan kepala daerah, partisipasi aktif masyarakat dalam menentukan pemimpin masa depan menjadi kunci suksesnya pesta demokrasi ini. Namun, di balik euforia demokrasi, terdapat ancaman serius terhadap integritas proses pemilu, yaitu potensi kecurangan di tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) melalui manipulasi surat suara tidak sah dan surat suara tidak digunakan.
Manipulasi Surat Suara Tidak Sah
Surat suara yang dinyatakan tidak sah menjadi celah potensial untuk kecurangan. Dalam pemilu sebelumnya, salah satu pola kecurangan yang mencuat adalah peningkatan jumlah surat suara yang dinyatakan tidak sah, baik dengan sengaja merusak surat suara maupun menciptakan kesalahan prosedural yang membuat surat suara tersebut tidak memenuhi kriteria sah.
Oknum Petugas di TPS atau PPK yang tidak berintegritas dapat memainkan peran ini dengan mudah. Dalam rekapitulasi suara, surat suara tidak sah sering kali disisihkan begitu saja, tanpa ada pemeriksaan lebih lanjut dari pengawas / saksi . Dengan memanfaatkan celah ini, suara yang seharusnya masuk untuk kandidat tertentu bisa dialihkan atau ditiadakan dengan alasan ketidaksahan. Ini akan berdampak signifikan, terutama di daerah-daerah dengan persaingan yang ketat antara kandidat.
Surat Suara Tidak Digunakan : Berpotensi dimanipulasi
Selain surat suara tidak sah, surat suara yang tidak digunakan oleh pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) juga sering kali menjadi sarana manipulasi. Pada kenyataannya, tidak semua masyarakat yang terdaftar dalam DPT datang ke TPS untuk memberikan hak pilih mereka. Di sinilah potensi kecurangan bisa terjadi.
Surat suara yang tidak digunakan ini dapat dimanipulasi oleh oknum petugas pemilu dengan mencobloskannya untuk kandidat tertentu. Meskipun hal ini dilarang secara tegas oleh peraturan, tanpa pengawasan yang ketat, manipulasi ini bisa terjadi di TPS dengan tingkat pengawasan yang lemah. Terlebih lagi, di daerah-daerah terpencil atau TPS yang jumlah pemilihnya sedikit, kecurangan semacam ini bisa sulit dideteksi.
Pengawasan yang Lemah : Akar Permasalahan
Di balik berbagai celah yang bisa dimanfaatkan untuk manipulasi data suara, pengawasan yang lemah menjadi akar permasalahan utama. Sering kali, pengawas/saksi pemilu tidak memiliki cukup tenaga atau alat untuk memverifikasi setiap surat suara, terutama di tingkat PPK, di mana data suara dari TPS-TPS di bawahnya direkapitulasi. Proses ini rawan terhadap intervensi dan manipulasi, karena pengawasan yang tidak menyeluruh bisa dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
- Selain itu, ketidakhadiran dan kurang pahamnya saksi baik dari calon independen atau partai di TPS juga meningkatkan potensi kecurangan. Dalam situasi ini, suara yang tidak digunakan atau dianggap tidak sah bisa dialihkan dengan mudah untuk menguntungkan pihak tertentu.
Solusi: Penguatan Pengawasan dan Edukasi Masyarakat
Untuk mencegah potensi kecurangan ini, penguatan pengawasan di semua tingkatan pemilu kada sangat penting. Pengawas Pemilukada / Saksi harus diperbanyak dan dilatih untuk memahami berbagai modus kecurangan, termasuk manipulasi surat suara tidak sah dan tidak digunakan. Selain itu, penggunaan teknologi dalam pemilu, seperti e-rekapitulasi, dapat mengurangi potensi manipulasi di tingkat PPK.
Selain itu, edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya partisipasi aktif dalam pemilu juga harus terus digalakkan. Masyarakat perlu memahami hak mereka sebagai pemilih, termasuk bagaimana menjaga agar suara mereka tidak dimanipulasi. Keterlibatan publik dalam mengawasi pemilu, baik secara langsung maupun melalui media sosial, dapat menjadi kontrol yang efektif dalam memastikan pemilu yang bersih dan adil.
Kesimpulan
Pilkada 2024 harus menjadi momen untuk memperkuat demokrasi, bukan mencederainya dengan praktik-praktik kecurangan. Potensi manipulasi surat suara tidak sah dan surat suara tidak digunakan adalah ancaman nyata yang harus diwaspadai. Oleh karena itu, semua pihak, mulai dari penyelenggara pemilu, pengawas, hingga masyarakat umum, harus berperan aktif dalam memastikan setiap suara dihitung dengan jujur dan adil. Hanya dengan demikian, Pilkada 2024 dapat benar-benar menjadi cerminan dari kehendak rakyat.